aku ada karena aku berfikir . .

*****

Kamis, 17 Januari 2013

Tuan Rumahku


Tuan Rumahku..                                                                      
Wahai Tuan Rumahku..                     
Engkaulah Tuan Rumahku..                   
Tuan Rumah dalam jiwaku..                             

pemimpin hidupku..                          
Wahai Pemimpin hidupku..              
Engkaulah imam dihidupku....                                
Imam dalam kehidupanku..            

penuntun imanku..          
Engkaulah matahari yang senantiasa menyinari kalbuku..          
Rembulan yang setia menemani nurani dan pribadiku..
Wahai Engkau yang menjadi penyejuk bagi pandanganku..

telah lama aku berkeluh kesah akan kerinduanku kepadamu..
wahai Tuan Rumah dalam jiwaku..
dan karenanya aku selalu menyebutmu,
Wahai imam dihidupku..

Penghilang beban berat dan penghapus dukaku..          
Engkaulah Panglima perjuanganku..            
Cakrawala dari segala rinduku..                                 
Wahai pintu keabadianku..





Tuan Rumahku..                                                                      
Tuan Rumah dalam jiwaku..                     
Dengarkanlah Tuan Rumahku..                    
Harapanku, cita citaku sepenuhnya adalah dapat abadi bersamamu,
Wahai Tuan Rumahku..                            

Pemimpin hidupku..                          
Dengarkanlah Wahai Pemimpin hidupku..                                          
Penantian ini sungguh terlalu lama..
Hilangkan kesusahan yang mengerudungiku,
Sehingga aku dapat bersama denganmu selalu..                                                                                  

Engkaulah imam dihidupku....                                
Sejatinya Imam dalam kehidupanku..

Jumat, 11 Januari 2013

Mengapa harus menyebutNya?


Dengan Menyebut Nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

sebuah kalimat yang menjadi awal pembukaan dari kompas terbaik untuk manusia dalam menjelajah topografi kehidupan dunia ini. Sebuah kalimat yang singkat namun sangat dalam maknanya bagi mereka yang mau merenungi dan berfikir.

Adakah rahasia Beliau membuat, menata kalimat tersebut untuk mengawali seluruh firmanNya? Setelah saya mencoba untuk mengupas dan merenungkan, dapat kita temukan sebuah konsepsi pemikiran yang luar biasa didalam peletakan dan peramuan struktur kalimat itu. 



Dengan Menyebut Nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Jika kita menguraikan kalimat itu menjadi rangkaian kata kata, bisa kita kerucutkan menjadi :


  • Dengan 
  • Menyebut
  • Nama 
  • Allah
  • Yang Maha Pengasih
  • Lagi Maha Penyayang


Ada dua pemaknaan yang bisa didapatkan. ‘dengan’ yang digandengkan dengan kata yang dimaknai sebagai kata sifat, dan ‘dengan’ yang digandengkan dengan kata yang dimaknai sebagai kata kerja. 

Pada saat kita mengamati dari kacamata pemaknaan kata ‘dengan’ yang digandengkan dengan kata sifat, maka akan muncul konsepsi tentang sebuah keadaan dimana dalam suatu kondisi, keadaan itu adanya terkuasai penuh oleh sebuah rasa yang menjadi fokus terhadapnya. Contohnya seperti gambaran ini, “Budi berjalan dengan gagah”, atau “Nenek menyanyi dengan riang hati”. 

Ketika Budi berjalan, dia fokus berjalan, namun tidak sekedar berjalan, tapi berjalan dengan gagah, sehingga dia lebih menekankan fokus untuk gagah, gagah dalam berjalan. Sama dengan contoh nenek menyanyi dengan riang hati. Nenek itu menyanyi, namun tidak sekedar menyanyi, tapi menyanyi dengan riang hati, yang lebih tampak adalah keriangan hatinya dengan ditunjukkan lewat menyanyi. Sehingga ampak antara kedua hal tersebut saling bersatu.

Namun selain itu, kata “dengan” dalam konteks kalimat tersebut, bisa dimaknai dari penggandengannya dengan kata kerja (dengan menyebut), sehingga memunculkan orientasi akan hasil yang diperoleh atas keadaan yang terjadi dari kondisi yang disengajakan untuk dilakukan. Misalnya kita jadikan contoh seperti kalimat ini “dengan begadang meronda, para warga berhasil membuat takut pencuri yang akan beraksi” atau “dengan berkunjung ke rumah Pamannya, Ponijo mendapatkan uang saku”. Namun hebatnya, Allah ‘merahasiakan’ (sebenarnya tidak) orientasi hasil yang diperoleh atas keadaan yang akan kita lakukan dimana kita sebelumnya menyengajakan menyebut namaNya.  

Ini benar benar konsep yang indah sekali. Beliau lebih memilih kata ‘Menyebut’ daripada kata ‘Mengingat’. Mengapa?

Pemaknaan kata ‘Menyebut’ itu dalam pemikiran penulis, jauh lebih besar efeknya. Seseorang yang ingat belum tentu bisa menyebut, namun jelas, seseorang yang bisa menyebut pastilah ingat. Sehingga Beliau menghendaki kepada kita untuk tidak sekedar meyakini dalam hati, namun juga menunjukkan dalam perbuatan. Ditampakkan dalam wujud nyata, yang sebenarnya menjadi bagian dari konsep iman, yaitu ‘meyakini dalam hati dan mengamalkan dalam perbuatan’

Lalu konteks selanjutnya, Beliau memilih kata ‘Nama’. Mengapa demikian? Mengapa Beliau tidak memilih kata ‘Sifat’ atau ‘Dzat’ atau ‘Kuasa’ dan sebagainya?

Jawabnya, karena seluruhnya (Sifat, Dzat, Kuasa, Kelebihan, Kemampuan, dll) sudah termaktub, terangkum, tertuang dalam namaNya. Ya kan? Hebat sekali Beliau menata struktur itu.

Setelah itu, kata selanjutnya. Dengan menyebut nama Allah. Disini Beliau menggunakan namaNya langsung. Mengapa Beliau tidak menggunakan kata ganti ‘Tuhan’? disini Beliau dengan hak dan kemuliaan serta kebesarannya memproklamirkan diriNya. Allah ialah nama Dzat Yang Maha Suci, Beliaulah Yang Berhak Disembah Dengan Sebenar-benarnya, Yang Tidak Membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. 

Ketika apabila kata yang digunakan itu ‘Tuhan’, orang orang yang tidak mempercayaiNya bisa memlagiat kalimat itu untuk mereka gunakan, karena konteks Tuhan itu bisa dibuat dan ditafsirkan bermacam macam oleh manusia yang tidak mempercayaiNya, tetapi dengan secara langsung memproklamirkan bahwa yang disebut itu adalah nama Allah, maka hilanglah kemungkinan kemungkinan penyalahgunaan yang dapat muncul.

Dan selanjutnya, ini merupakan bagian rahasia terunik bagi penulis. Beliau memiliki 99 nama Yang Mulia. Namun mengapa yang dipilih justru Maha Pengasih lagi Maha Penyayang? Tidakkah lebih gagah jika menggunakan Maha Perkasa? Atau Maha Agung?

Ar Rahmaan (Maha Pengasih): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, baik kepada yang percaya kepadaNya maupun kepada yang bahkan berani menantang kuasaNya.

sedangkan ar Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
----------------------------------

awalilah segalanya dengan menyebut namaNya, karena dengannya apapun yang kita awali akan selalu senantiasa berada dalam lingkup kesatuan kesadaran frekuensi denganNya yang akan menjadikan keberadaan dan kondisi kita dihujani dengan kasih dan sayangNya..

Selasa, 01 Januari 2013

BATIK PENCABIK (lembar dua)


sambungan dari 
BATIK PENCABIK (lembar satu)

“ya entah, mungkin nggak suka modelnya, murahan, apa nggak suka sama yang ngasih ya nggak tau juga” jawabnya dengan rona wajah sedikit kecewa

lha alesannya dia apa?”

ya kalo dia bilang ya aku udah bakal tau”

dia nggak bilang alesannya? Lha terus gimana kok itu dikembaliin”  tanyaku lagi

nggak. Dia nggak ngasih tau alesannya. Itu batik habis aku beli langsung tak taruh di kendaraannya, yah niatnya sih kasih kejutan. Terus nggak tau gimana ceritanya dia justru naruh itu di lemari kerja kami. Ditambah lagi sejak momen itu dia menjauhi aku”

Dalam hati aku merasakan betapa perihnya perasaan yang didapatkannya. Mencoba bekerja untuk mendapat uang, dimana uang itu dia tujukan untuk membelikan sebuah barang yang mungkin tidak berharga bagi orang yang dia sayangi, tapi justru akhirnya bersuasana tragis. Tak bisa aku bayangkan bagaimana berkecamuknya perasaan dia mendapati keadaan yang seperti itu dimana dia yang sehari harinya sebagai orang jawa tulen, sangat peka terhadap perasaan, sensitif, apalagi idiom orang jawa itu kan orang jawa adalah tempatnya merasa.

“salahku apa?” katanya sambil menutup mata dengan tangannya. Tampak airmata mengalir perlahan.

Tak mau melewatkan momen itu, aku justru iseng iseng membuka file lagu yang ada di smartphonenya, aku putar lagu Air Mata-nya Dewa19. Cocok banget sama momennya! Hahaha

“kamu kalo mau nangis, nangis aja. Nggak usah ditahan. Aku sekarang tau virus sakitmu itu apa. Semoga habis kamu nangis, sakitmu bisa hilang” jawabku sambil mengambilkan kotak tissu yang ada disamping kasurnya dimana lagu Air Mata Dewa19 yang dinyanyikan once “menangislah.. bila harus menangis.. karena kita semua manusia..” masih terus mengalun membuat suasana semakin monumental untuk menangis.

aku nggak tau bisa sembuh apa nggak, aku terlalu sayang sama dia. Aku takutnya kalau sampa ajal dateng, bukan nama Tuhan yang tak sebut, tapi justru namanya” katanya sambil masih menutup matanya.

kamu nggak boleh bilang kayak gitu. Inget ini, banyak cara orang menyampaikan terimakasih. Salah satunya adalah dengan tidak berterimakasih. Mungkin dia masuk tipe yang itu” kataku berusaha menghibur

Kami saling terdiam untuk beberapa menit. Waktu sudah semakin larut malam dan aku pun mohon pamit kepadanya

cepet sembuh ya. Nggak usah mikirin dia dulu. Sembuh dulu. Oke?” kataku sambil bersalaman dengannya

makasih ya kamu masih mau nengokin. Dan jangan lupa berterimakasihlah ke Tuhan karena telah mengajari kita bagaimana cara untuk berterimakasih dengan baik..” jawabnya agak bijaksana 

"sama sama.. ohya, pernah liat spongebobs yang episode kue pie bom kan? keihklasan yang ditunjukkan oleh spongebob sangat luar biasa. Ketika sweater buatannya yang terbuat dari alis mata ditolak squidward, ia malah membuat sweater yang terbuat dari air mata.." kataku menghiburnya. dia membalas dengan senyuman





Sesampainya dirumah aku langsung berbaring dikasur dan mengingat lagi cerita sahabatku itu. Betapa menyedihkannya balasan yang ia dapat dari pengorbanannya sendiri.

Ya Tuhanku Kekasih hatiku, aku sangat berterimakasih atas pelajaran hidup yang telah Engkau tunjukkan kepadaku dan kepada sahabatku kali ini. Semoga ini menjadi penebal iman kami kepadaMu. 

Terimakasih telah menjadikan kami sebagai insan yang mampu menghormati orang lain, dan yang mau berterimakasih. Engkau tahu Tuhan, bahwa sesungguhnya aku sangat tidak berani dan tidak berhak menolak apapun pemberian orang lain kepadaku. Baik itu yang aku sukai maupun yang tidak aku sukai. Karena aku tahu Tuhan, sebenarnya Engkaulah Yang Memberi, orang orang hanya menjadi media perantaramu dalam memberiku sesuatu. Jadi alangkah angkuhnya aku apabila aku menolak atas pemberian seseorang kepadaku, karena secara nyata aku juga telah menolak apa yang menjadi pemberianMu, seolah olah aku tidak membutuhkan pemberianMu. 

Aku tidak akan menolak apapun yang diberikan kepadaku, karena aku tidak mempunyai hak untuk menolak, justru aku akan sangat bersyukur dan berterimakasih jika aku diberi sesuatu.

Ampunilah aku Tuhan yang terlalu banyak meminta tapi kurang bersyukur, karena Sesungguhnya Engkaulah sebaik baik pemberi kepadaku, dan PemberianMu adalah sebaik baiknya pemberian untukku.

BATIK PENCABIK (lembar satu)


Aku masih duduk disebelah ranjang sahabatku. Beberapa hari ini dia terbaring lemah karena sakit yang aku sendiri menganggapnya cukup unik. dia adalah manusia yang sangat menjaga kesehatannya, dan cukup heran saat dia sakit. Maklum, dia rutin check up tiap beberapa bulan sekali. Beda dengan sahabatnya ini. Hahaha.
Perlahan lahan dia membuka matanya yang sedari tadi tertutup rapat. Tampak sekali ia tertidur dengan tidak pulas karena kondisi tubuhnya.

“udah lama dateng?” katanya sambil mencoba untuk berposisi duduk.

“yah sekitar dua bulanan” kataku menghibur

“tak kira begitu lahir langsung duduk disini” jawabnya mencoba lucu

Aku cukup kasihan melihat kondisinya yang seperti itu. Dia dikenal sebagai orang yang periang, murah senyum, dan yang jelas dia sangat humoris. Tapi kini ia terbaring lemah diatas kasurnya. Didalam kamarnya yang singup, dan agak ngeri.

Kenapa kamu mau dateng kesini?” Tanyanya agak serius

Lha yo aku ini kan temenmu dari kecil to? Masa iya sakit aja nggak mau nengokin..” kataku mencoba mencairkan dialog

“syukurlah aku masih ada yang merhatiin, ada yang masih mau baik” jawabnya sedikit lirih.

Saat dia menjawab tadi, aku tau kalau dia agak sedikit menahan emosi dari dalam dirinya. Tampak dari matanya yang semakin sembab, suaranya yang bergetar lirih. Dia memang tipe manusia yang sensitif sekali perasaannya. Sudah entah berapa kali aku melihatnya menitikkan air mata saat kondisi kondisi yang mengharukan muncul.

”kamu itu sebenernya kenapa to?” tanyaku sedikit ingin tahu masalah yang sebenarnya. Karena kata sang ibu, pada saat dia dibawa ke dokter, sang dokter hanya bilang kalau dia sedang down, mungkin ada pikiran atau sesuatu yang membuatnya sedih atau tertekan.

“kamu og kepo e?” jawabnya berusaha sambil tersenyum,

“lha ya kamu ini kan anaknya begajigan, biayakan, geguyon terus, sekarang lungkrah lemes nggak ada semangatnya sama sekali”

“malah ngece kamu itu Din”  jawabnya lagi sambil mengambil sebuah tas kecil yang terbuat dari kertas berwarna coklat.

“apa itu?” tanyaku sedikit bingung atas tindakannya

“ya ini yang jadi sumber semuanya..” katanya sambil menatap sayu tas itu yang dia serahkan padaku.
Aku mencoba menduga apa isinya. Obat beracun-kah? Makanan kadaluarsa-kah? Atau kaos kaki yang dicuci setahun sekali?

batik?” kataku bingung. Aku menatap tajam batik itu, motifnya bagus dan jarang, aku sedikit tahu tentang batik karena di SD dulu ada mata pelajaran membatik, dan yang sedang ada ditanganku saat ini adalah motif batik yang didalam lingkup keraton hanya para bangsawan kelas tinggi yang boleh memakai.

“ya, itu sumbernya” jawabnya dengan suara sedikit bergetar tampak seperti menahan sesuatu perasaan yang mendalam.

Maksudnya gimana toh?” kataku kebingungan

“aku nyoba kerja buat beli batik itu” jawabnya singkat

Ya Tuhan.. kamu ini ngapain neko neko ndadak kerja segala buat ini. Lha mbok ambil tabungan to lebih gampang. Malah marai sakit gini kan” kataku heran. Aku tau dia punya lumayan simpanan di bank, dan dia sering traktir sahabat sahabatnya juga. Keherananku selanjutnya adalah dia ini dari kecil kami main bersama sampai sekarang meskipun udah beda tempat menimba ilmu, dia selalu dimanjakan oleh orang tuanya. Pantas saja dia sakit, wong jarang kerja fisik, sekali nyoba langsung tepar.

“aku pengen ngerasain gimana rasanya berkorban untuk orang yang kita sayangi, pencapaian besar harus diawali pengorbanan yang besar juga” jawabnya sambil mengambil smartphonenya yang touchscreen itu.

Terus terang aku merasa sedikit merinding mendengar jawaban seperti itu. Jawaban yang muncul bukan dari hasil olah pikir, tapi atas pengolahan hati dan kekuatan jiwa.

“kamu kenal dia kan?” sambungnya lagi sambil menunjukkan foto seseorang dalam smartphonenya itu.
jelas lah.. kamu mau ngasih dia?” tanyaku

udahlah.. beberapa hari yang lalu..” jawabnya

Beberapa hari yang lalu? Aku semakin bingung dengan jawabannya. Ini aku yang nggak dong apa dia yang ngelantur bicaranya gara gara baru sakit?

Melihat wajahku yang tampak kebingungan, dia meneruskan bicaranya. “aku udah kasih itu ke orangnya, tapi ya itu”

Kini mulailah dia menitikkan air mata, sedikit penyesalanku muncul, kenapa harus menemui adegan sedih kayak gini.

tapi ya itu apa?” sambungku

dia nggak mau”

lha kenapa?” tanyaku mulai memahami ‘inti’ sakitnya dia ini

“ya entah, mungkin nggak suka modelnya, murahan, apa nggak suka sama yang ngasih ya nggak tau juga” jawabnya dengan rona wajah sedikit kecewa

bersambung ke
BATIK PENCABIK (lembar dua)